-->
Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Sejarah Berdirinya Kabupaten Tojo Una-Una

Kabupaten Tojo Una-Una merupakan salah satu kabupaten di provinsi Sulawesi Tengah, Indonesia. Kabupaten ini memiliki sejarah yang panjang dalam pembentukannya.

Pada awalnya, wilayah Tojo Una-Una merupakan bagian dari Kabupaten Poso. Namun, karena wilayah ini terbilang cukup luas dan jauh dari pusat pemerintahan Kabupaten Poso, maka pada tahun 2002, wilayah Tojo Una-Una dipisahkan dari Kabupaten Poso dan dibentuklah Kabupaten Tojo Una-Una.

    Foto : Istimewa (View tempat Wisata Kabupaten Tojo Una-Una)

Sejak berdirinya, Kabupaten Tojo Una-Una terus mengalami perkembangan dalam segala aspek, seperti pemerintahan, perekonomian, pariwisata, dan pembangunan infrastruktur. Wilayah ini memiliki potensi alam yang besar, seperti hutan tropis, sungai, dan danau yang dapat dimanfaatkan untuk kepentingan masyarakat setempat.

Baca Juga : Tips jika Anda Merencanakan liburan ke Kepulauan Togean

Tantangan Pembentukan Kabupaten Tojo Una-Una

Pembentukan Kabupaten Tojo Una-Una tidak terlepas dari tantangan-tantangan yang harus dihadapi, di antaranya:

1. Masalah pemekaran daerah 

Proses pemekaran daerah seringkali menimbulkan konflik di antara masyarakat, terutama terkait dengan pembagian wilayah dan aset. Proses pemekaran Kabupaten Tojo Una-Una dari Kabupaten Poso juga mengalami tantangan seperti ini.

2. Sumber daya manusia

Setelah terbentuk, Kabupaten Tojo Una-Una perlu memiliki sumber daya manusia yang cukup dan berkualitas untuk menjalankan tugas-tugas pemerintahan. Hal ini menjadi tantangan karena saat itu wilayah Tojo Una-Una masih tergolong sebagai daerah yang belum terlalu maju.

3. Infrastruktur

Pembentukan Kabupaten Tojo Una-Una juga menimbulkan tantangan dalam hal infrastruktur, terutama di bidang transportasi dan komunikasi. Wilayah Tojo Una-Una saat itu masih sulit dijangkau dan jaringan komunikasi yang tersedia masih terbatas.

4. Anggaran

Pembentukan Kabupaten Tojo Una-Una juga memerlukan anggaran yang cukup besar untuk membangun infrastruktur dan memenuhi kebutuhan pemerintahan lainnya. Pemerintah pusat dan pemerintah daerah harus bekerja sama untuk memastikan bahwa anggaran yang dibutuhkan tersedia dan dapat dimanfaatkan dengan efektif.

Meskipun menghadapi tantangan-tantangan ini, pembentukan Kabupaten Tojo Una-Una tetap berhasil dilaksanakan dan berdampak positif pada perkembangan wilayah tersebut. Dengan adanya Kabupaten Tojo Una-Una, masyarakat setempat dapat lebih mudah dan cepat mengakses pelayanan publik serta memperoleh pembangunan yang lebih merata dan berkualitas.

Sejarah terbentuknya Kabupaten Tojo Una-Una tentunya tidak terlepas dari Propinsi Sulawesi Tengah, dimana dalam sejarah perjalanan panjangnya setelah Propinsi Sulawesi Tengah terpisah dari Propinsi Sulawesi Utara Tengah seperti yang termaktub dalam UU No. 47 prp. Tahun 1960 setelah terlebih dahulu melalui status Residen Koordinator sebagai suatu ikatan Administratif.

Kabupaten Tojo Una-Una berawal dari Kewedanan Tojo Una-Una yang merupakan bekas wilayah swapraja Tojo yang berkedudukan di Ampana dan swapraja Una-Una yang berkedudukan di Una-Una. Kewedanaan ini dibentuk atas kuasa Zelfbestuurregeling pada tahun 1948. Lahirnya UU No. 29 Tahun 1959 tentang penghapusan wilayah-wilayah swapraja, maka Bupati KDH Poso atas perintah Residen Koordinator Sulawesi Tengah, mengeluarkan instruksi No. 1 Tahun 1960 tanggal 9 Februari 1960 untuk mempersiapkan kewedanan Tojo Una-Una.

Pada Awal tahun 1961 dalam kunjungan kerjanya di wilayah Tojo Una-Una, Gubernur Sulawesi Utara Tengah Ahmad Arnold Baramuli mendukun aktivitas masyarakat dalam mempersiapkan kewedanaan Tojo Una-Una. Oleh karena itu, wilayah Tojo Una-Una diberi status kewedanan yang membawahi eks Landschap Tojo dan Landschap Una-Una dengan Ibu Kota di Ampana berdasarkan SK. BKDH Tingkat II Poso No.372/UP Tanggal 25 September 1961.

Pada tanggal 28 Februari 1962 terbitlah keputusan Gubernur Sulawesi Utara Tengah tentang pembagian Wilayah Kewedanan dan Kecamatan di Kabupaten Poso. Wilayah kewedanan Tojo Una-Una terbagi dalam enam kecamatan yakni Ampana Borone (sekarang Ampana Tete), Ampana Kota, Ulubongka, Tojo, Una-Una dan Walea Kepulauan.

Tiga tahun kemudian setelah 1961, Wilayah kewedanan Tojo Una-Una dihapuskan dan diganti menjadi penghubung berdasarkan kawat Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Sulawesi Utara Tengah di Manado No. Pegum I/I/38 tanggal 3 April 1964 tentang penghapusan Kewedanan/Keresidenan menjadi wilayah penghubung Bupati Poso Wilayah Ampana. Sejak wilayah ini masih berstatus kewedanan, kemudian penghubung, hingga menjadi Pembantu Bupati Wilayah Ampana, Telah melahirkan beberapa tokoh pemimpin seperti ;
1) Yusuf Muslaeni,
2) Rusdin Latjuba,
3) Rusli Muhamad
4) Usman Panende,
5) R. O. Sulle,
6) Hisyam Madengke,
7) Damsik Ladjalani
8) Mashury Lahay.

Sejalan dengan pembentukan kewedanan Tojo Una-Una berkembanglah pemikiran masyarakat untuk menjadikan wilayah Tojo Una-Una sebagai salah satu Daerah Kabupaten diwilayah Propinsi Sulawesi Tengah. Pada tahun 1950-an, DPRDS Propinsi Sulawesi Tengah Telah Terbentuk. Anggota DPRD Sementara Propinsi Sulawesi Tengah terdidiri dari berbagai partai dan golongan. Utusan dari Wilayah Poso antara Lain Bastari Labirahima dari Tojo Una-Una, Sungkah Marundu dari wilayah Morowali/Kolonodale, J. Magido dari poso,  monoarfa dari PNI, H. Husin dari bungku, Abdul Kadir Lasupu dari Ampana juga W. Kansil dari Luwuk. Dengan demikian, Daerah ini ( Tojo Una-Una) diwakili oleh dua orang anggota berdasarkan Daerah asalnya, yaitu Bastari Laborahima dan Abdul Kadir La Supu.

Oleh karena itu, wacana pemekaran wilayah Tojo Una-Una telah lahir Sejak saat itu. Namun baru menemukan setelah tahun 1960-an, ketika DPRD-GR terlahir pasca Dekrit Presiden 5 Juli 1959. Tahun 1960-an ide pemekaran ini merupakan impian masyarakat Poso saat itu. Pemekaran yang diperjuangkan tersebut  adalah Kabupaten Tojo Una-Una, Poso sebagai Kota Madya, Kabupaten Bungku Mori, dan mencita-citakan agar Tentena menjadi Ibu Kota Kabupaten Poso.

Beberpa tokoh masyarakat di Ampana berusaha merealisasikan impian tersebut di tahun 1961. Mereka bertemu dengan Anggota DPRD-GR di Poso, Hasilnya tidak memuaskan. Hal ini menimbulkan semangat baru untuk membentuk tim yang lebih baik. Pada bulan Mei 1963 ketika Gubernur KDH Sulawesi Utara Tengah J. F. Tumbelaka dan Residen Koordinator Sulawesi Tengah H. R Ticoalu melakukan kunjungan kerja diwilayah Tojo Una-Una untuk melihat secara langsung usaha masyarakat dalam mempersiapkan Kabupaten Dati II Tojo Una-Una. Pada tahun itu pula ketika dilaksanakan musyawarah antara GKDH dan BKDH se Sulawesi Utara Tengah di Poso, dengan delegasi penuntut Dati II Tojo Una-Una yaitu T. A Muhammad, Djamal Supu, A. M. Lasodi dan S. M. Almahdali selaku mandataris dari tiga Front Nasional yang berasal dari Tojo, Ampana, dan Una-Una dalam menyampaikan keinginan masyarakat untuk terbentuknya  Dati II Tojo Una-Una dan Gubernur Sulawesi Utara Tengah memberikan harapan yang positif pada saat itu. Sehingga pada tahun 1963 itu pula terbentuk Masterplan pembangunan Kota Ampana yang dibuat oleh Habibu Parancaga. Akan tetapi, usaha ini juga belum membuahkan hasil, perjuangan pun tetap dilanjutkan oleh para tokoh masyarakat di Tojo Una-Una.

Perjuangan panjang di tahun 1963 tidak berhenti sampai disitu, para tokoh tersebut berangkat ke Jakarta untuk bertemu dengan presiden Soekarno, namun mereka diperintahkan untuk kembali menyiapkan berbagai hal seperti keperluan administrasi dan rencana pembangunan diwilayah tersebut. Oleh karena itu dibentuklah Panitia Sembilan, yakni Latoko Laborahima (Ketua/PSII), Djamal Supu ( Sekretaris/PSII), Mohammad Suaib (Bendahara/Pemerintah) Dengan Anggota-anggotanya Mahmud Lasodi (pemerintah), Jahja Laborahima (PSII), Mustafa Labanu (Parmusi), Haroen Lahay (IPKI), S. M. Almahdali (NU) dan Abdul Hafid Bakri.

Selanjutnya pada bulan Mei 1964 Gubernur Sulawesi tengah Pertama Anwar Gelar Datuk Madjo Basa Nan Kuning dalam kunjungan kerjanya di Tojo Una-Una, dimanfaatkan oleh badan penuntut Dati II Tojo Una-Una untuk menyampaikan Hasrat dan keinginannya berupa Resolusi Pembentukan Kabupaten Dati II Tojo Una-Una yang di sambut positif oleh Gubernur Sulawesi Tengah saat itu. Kemudian pada bulan November 1964 Pemerintah Dati II Poso mendatangkan TIM kerja DPRD-GR untuk mengadakan peninjauan lapangan dalam merespon keinginan masyarakat Tojo Una-Una untuk menjadikan Tojo Una-Una sebagai Kabupaten Dati II. Pada kesempatan itu pula seluruh Partai Politik yang ada diwilayah Tojo Una-Una mendesak, agar realisasi pembentukan Dati II Tojo Una-Una tidak berlarut-larut pelaksanaannya.

Pada Januari 1965 Pembantu Mentri Dalam Negeri Repoblik Indonesia Erni Karim dalam kunjungannya di Wilayah Tojo Una-Una menyampaikan bahwa Pembentukan Kabupaten Dati II Tojo Una-Una dalam taraf penyelesaian. Awal bulan April 1965 Ikatan Keluarga Pelajar Mahasiswa Tojo Una-Una (IKPM-TU) melalui delegasinya bertemu pembantu Pembantu Mentri Dalam Negeri Repoblik Indonesia, pada tahun yang sama IKPM-TU Makassar mengadukan musyawarah dan mengeluarkan pernyataan yang tegas agar pemerintah segera merealisasikan pembentukan Dati II Tojo Una-Una.

Perjuangan berbagai elemen masyarakat Tojo Una-Una mendapat hasil yang baik, terbukti dengan keluarnya rekomendasi Bupati Poso Ghalib Lasahido, ketua DPRD-GR Poso J. M. Lengkong. Kemudian surat keputusan Gubernur sulawesi Tengah tanggal 6 Desember 1964 No. Pem. 1/110/883 tentang pemekaran wilayah Propinsi Sulawesi Tengah. Wilayah Poso dimekarkan menjadi 3 Kabupaten salah satunya adalah Kabupaten Tojo Una-Una. Hal ini diperkuat oleh DPRD-GR Sulawesi Tengah yang mengeluarkan Resolusi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Gotong Royong Propinsi Sulawesi Tengah Nomor : 1/DPRD-GR/1966 tentang Peninjauan Kembalipembagian Kabupaten sebagian tercantum dalam UU No. 29 Tahun 1959, jo UU No. 47 tahun 1960 (LN. tahun 1960 No.151) jo. UU No. 13 tahun 1964 ( LN. tahun 1964 No. 99) dan mengusulkan agar Propinsi Sulawesi Tengah dibagi menjadi 9 Kabupaten yakni Kabupaten Donggala Palu, Parigi Mautong, Pamona Lore, Tojo/Una-Una, Bungku Mori, Banggai Darat, Banggai Laut, Buol/Tolitoli dan Buol. Resolusi ini di tetapkan di Poso pada tanggal 16 Februari 1966 dan di tanda tangani Oleh Pd Kerua Z. Abdul Rauf, serta di ketahui OlehGubernur Sulawesi Tengah (ttd dan cap) Anwar Gelar Datuk Madjo Basa Nan Kuning. Resolusi ini di salin kembali sesuai aslinya di Banawa tanggal 14 November tahun 2000 oleh Asisten I Setwilda Kabupaten Donggala Drs. Irsan Hamid Tantu.

Berdasarkan hal-hal diatas, maka pada tahun 1969 Tim Sembilan berangkat ke jakarta. Selama di Jakarta Tim Sembilan mendapat bantuan sepenuhnya dari Ishak Moro, Anggota DPR-GR utusan Sulawesi Tengah. Akhirnya, Tim Sembilan berhasil melakukan pertemuan dengan pimpinan bagian B dan Komisi III DPR-GR RI, serta Mentri Dalam Negeri- Dirjen POUD Soenandar Prijosoedarmo. Sekaligus menyampaikan Surat kepada Gubernur Sulawesi Tengah Nomor : Pemda 2/1/28 tanggal 25 Maret 1969 tentang Tuntutan Pemekaran Kabupaten Tojo Una-Una. Isi surat tersebut antara lain tentang pemekaran daerah, pemerintah telah menetapkan kebijaksanaan sampai dengan pemilihan umum (1971) hanya akan dilaksanakan pemekaran sebagian Wilayah Propinsi Sumatra Selatan (eks Keresidenan Bengkulu) menjadi Propinsi Bengkulu, dan pemekaran Kabupaten Purwakarta menjadi Kabupaten Purwakarta dan Subang. Sedangkan Tuntutan Pemekaran Kabupaten Tojo Una-Una perlu dipersiapkan matang dan menyeluruh dan menunggu selesainya pemilu dimaksud.

Hasil yang di capai pada tahun 1969 inilah, maka perjuanganpun mengendor dan semangatpun mengendap hingga 30 tahun lamanya. Kegagalan ditahun 1969 menyebabkan apatisme baru dalam perjuangan tersebut. Oleh karena itu, semangat untuk membentuk kabupaten baru yang terpisah dari Kabupaten Poso mengendap hingga 30 tahun. Namun, mereka tetap disebut sebagai pelaku sejarah berdirinya Kabupaten Tojo Una-Una.

Akan tetapi, peristiwa yang terjadi pada tahun 1999 dilatarbelakangi oleh peristiwa 1996, ketika Muhammadiyah Cabang Ampana melakukan seminar tentang Peningkatan Status Kabupaten Tojo Una-Una. Seminar ini dihadiri oleh 3 pembicara, yakni Anhu Laila, Amir Taha Wila, dan Symsiar Lasahido sebagai pembicara utama. Syamsiar Lasahido didatangkan dari Jakarta, dan dijemput oleh seorang tokoh pemuda Moh. Kusno ke Jakarta. Seminar tersebut dihadiri kurang lebih 500-an peserta yang berasal dari berbagai elemen masyarakat Tojo Una-Una. Pengurus Muhammadiyah Cabang Ampana pada saat itu adalah H. Astar Laide sebagai Ketua, Mulyono Paneo sebagai Wakil Ketua, Faisal Wahid sebagi Sekretaris, dan H. Alwi Usman sebagai Bendahara.

Hasil seminar tersebut melahirkan animo masyarakat Tojo Una-Una untuk merealisasikan tuntutan mereka yang sempat tertunda selama kurang lebih 30 tahun. Hal ini terjadi pada tahun 1999, artinya keinginan untuk memekarkan bekas wilayah Kewedanaan Tojo Una-Una muncul kembali pada tahun itu. Ketika itu terbentuklah dua organisasi perjuangan, yaitu Forum Perjuangan Pembentukan Kabupaten Tojo Una-Una (FPP-KTU) dipimpin oleh Adhari Dj. Supu sebagai Ketua, Askari Muslaeni sebagai Sekretaris, Saiful Bahri Tanjumbulu sebagai Bendahara, dan Moh. Kamil Laborahima, Mahmud Lahay, Djamal Djuraejo, Tasman Dewe, Syamsu H. Yunus, Tanrin Latoale, serta M. Yamin Lamane sebagai Anggota. Panitia Perjuangan Pembentukan Kabupaten Tojo Una-Una dipimpin oleh Ramli Lasawedi. Panitia ini bergerak sendiri-sendiri.

Setelah menunggu lama, maka pada tanggal 1 Januari 2001 melalui UU No. 22 Tahun 1999Tentang Pertimbangan Keuangan Pusat dan Daerah, semangat perjuangan yang selama ini terpendam, bahkan terkubur dalam perjalanan waktu maupun generasi, akhirnya semangat untuk memekarkan wilayah Tojo Una-Una bangkit kembali. Hal ini ditandai dengan rembuk masyarakat Tojo Una-Una pada tanggal 10 sampai dengan 11 Maret 2001 yang digagas oleh Mahasiswa Tojo Una-Una yang tergabung dalam Forum Pelajar Mahasiswa Tojo Una-Una (FORPESTAN) yang diketuai oleh Nurlan Bagenda. Forpestan dibentuk untuk melakukan pendekatan terhadap tokoh-tokoh perjuangan pembentukan kabupaten ini. Tujuan dilakukan pendekatan tersebut untuk  membentuk sebuah kesatuan aksi perjuangan. Organisasi ini terbentuk atas prakarsa Nurlan Bagenda, seorang Mahasiswa Tojo Una-Una yang kala itu sedang menuntut ilmu di STAIN Datokarama Palu.

Melalui beberapa kali pertemuan, akhirnya diputuskan untuk melakukan sebuah musyawarah akbar masyarakat Tojo Una-Una dengan menghadirkan berbagai elemen masyarakat. Usaha ini berhasil, artinya Forpestan berhasil merumuskan pelaksanaan musyawarah atau rembuk masyarakat Tojo Una-Una tersebut. Dengan kata lain, Forpestan berhasil menyatukan aksi perjuangan pembentukan yang dilakukan oleh tokoh-tokoh bersama masyarakat. Oleh karena itu, dalam musyawarah atau rembuk masyarakat Tojo Una-Una pada tanggal 10 Maret 2001 berhasil memutuskan Empat hal penting, yaitu pertama, membentuk sebuah Organisasi perjuangan pembentukan Kabupaten Tojo Una-Una melalui surat keputusan Musyawarah/Rembuk Musyawarah Tojo Una-Una Nomor : 03/PS/RM.TJUU/III/2001 tentang Pengesahan Komite Perjuangan Pembentukan Kabupaten Tojo Una-Una (KPPKTU)Kedua, pernyataan dukungan penuh enam kecamatan di wilayah Tojo Una-Una terhadap pembentukan Kabupaten Tojo Una-Una yang dituangkan dalam Keputusan Musyawarah/Rembuk Masyarakat Tojo Una-Una Nomor: 04/RM.TJUU/III/2001 tentang Pandangan Umum Peserta Musyawarah/Rembuk masyarakat Tojo Una-Una. Ketiganama wadah perjuangan itu adalah Komite Perjuangan Pembentukan Kabupaten Tojo Una-Una yang disingkat dengan KPPK-TU, dan memilih pengurus KPPK-TU, yakni Saiful Bahri Tanjumbulu sebagai ketua Umum, Mulyono Paneo sebagai Sekretaris Umum, dan Stenny Tumewu sebagai Bendahara Umum. Keempat, menetapkan Naskah Deklarasi Kabupaten Tojo Una-Una sebagai berikut:

NASKAH DEKLARASI
"DENGAN RAHMAT ALLAH SWT. KAMI MASYARAKAT TOJO UNA-UNA, DENGAN INI MENYATAKAN SEBAGAI KABUPATEN DIWILAYAH PROVINSI SULAWESI TENGAH DALAM NEGARA KESATUAN REPOBLIK INDONESIA. HAL-HAL LAIN YANG BELUM DIATUR AKAN DIATUR KEMUDIAN OLEH KOMITE PERJUANGAN PEMBENTUKAN KABUPATEN TOJO UNA-UNA.

Ditetapkan di Ampana. Minggu, 11 Maret 2001. Oleh masyarakat Tojo Una-Una.

Selain menetapkan empat hal diatas, juga diputuskan Struktur Kepengurusan Komite Perjuangan Pembentukan Kabupaten Tojo Una-Una (KPPK-TU) sebagai berikut :
Ketua Umum Saiful Bahri Tanjumbulu Sekretaris Umum Mulyono Paneo
Ketua I Mahmud Lahay, SE
Ketua II Talbu K. Wadjila, S. Ag
Ketua III Hasanudin Taona
Ketua IV Haerul Willah, S. Sos
Ketua V Hi. Batjo Latoale
Ketua VI Adam Lasawedi
Sekretaris I Moh. Yamin Aola. Am. Pd
Sekretaris II Drs. Moh. Yamin Lamane
Sekretaris III Abdul Wahid Basya
Sekretaris IV Syahril Muzamil, S. Pdi
Sekretaris V Aspan Taurenta
Bendahara Stenny Tumewu, SE

Susunan Pengurus tersebut di atas juga dilengkapi oleh beberapa Devisi, seperti Devisi Percepatan Realisasi Pemekaran, Devisi Pengembangan Sumberdaya Alam, Devisi Pengembangan Kawasan, Devisi Investasi dan Pengerahan Dana, Devisi Hukum dan Perundang-undangan, Devisi Informasi dan Sosialisasi, dan Devisi Pembuatan Proposal. Keputusan ini di tetapkan di Ampana yang ditandatangani oleh Ijas Lihawa dan Ruslan S. Wajila, masing-masing sebagai Ketua dan Sekretaris Pimpinan Sidang.

Keesokan harinya, yakni Minggu tanggal 11 Maret 2001, Kabupaten Tojo Una-Una dideklarasikan oleh masyarakat Tojo Una-Una di Ampana. Berangkat dari usaha-usaha yang dilakukan tersebut, akhirnya KPPK-TU berhasil melahirkan Kabupaten Tojo Una-Una di atas bekas wilayah suco Tojo Una-Una. Kelahirannya berarti telah membentuk masyarakat baru sesuai keinginan masyarakat di daerah ini. Setelah KPPK-TU resmi berdiri dan melakukan berbagai kegiatan penggalangan dukungan masyarakat maupun presur kepada pemerintah Kabupaten Poso.  Dengan mendapat dukungan penuh baik eksekutif maupun legislatif walaupun dalam perjuangannya ada pihak yang tidak ingin Tojo Una-Una dimekarkan menjadi suatu kabupaten yang lepas dari Kabupaten Poso, dengan mengatas namakan masyarakat Tojo Una-Una. Hal ini dipengatuhi oleh situasi politik Kabupaten Poso yang dilanda kerusuhan pada waktu itu. Namun keadaan tersebut tidak menyurutkan KPPK-TU sebagai pemegang mandat dari rembuk masyarakat Tojo Una-Una untuk memperjuangkan terbentuknya Kabupaten. Dan pada akhirnya keluarlah beberapa rekomendasi maupun Surat Keputusan.

Surat-surat keputusan yang dikeluarkan oleh pemerintah Kabupaten Poso sebagai bentuk dukungan terhadap usaha pembentukan Kabupaten Tojo Una-Una antara lain :
1. Surat keputusan No. 20.78/135/Tapem/2001 tanggal 20 Agustus 2001, tentang TIM Teknis Dalam Rangka Pembentukan Kabupaten Tojo Una-Una.
2. Surat keputusan No. 135/119/Pemum tanggal 22 Mei 2002, Tentang dukungan atas pemekaran dan Pembentukan Kabupaten Tojo Una-Una.
3. Surat Bupati Poso kepada Ketua DPRD Kabupaten Poso No. 175/2103/Pem. Umum Tanggal 22 mei 2002 peruhal Permohonan Keputusan DPRD Kabupaten Poso.
4. Rekomendasi Bupati Poso No. 177/2104/Pem. Umum Tanggal 22 Mei 2002, memberikan dukungan sepenuhnya pembentukan Kabupaten Tojo Una-Una
5. Surat Bupati Poso kepada Gubernur Sulawesi Tengah No. 125/3204/perlum tanggal 20 Agustus 2002, perihal Tanggapan Pemerintah atas Pemekaran/Pembentukan Kabupaten Tojo Una-Una.

Tahapan rekomendasi pun tidak berhenti sampai disitu, DPRD kabupaten poso dalam beberapa surat keputusan pun turut menjadi pendorong sampai pada September 2002 tentan Persetujuan Kesanggupan Dukungan Dana. Beberapa administrasi inilah yang kemudian menjadi kekuatan sebagai daya dorong untuk pemenuhan legalitas administrasi pemekaran di tingkat Propinsi maupu Tingkat Pusat. Berdasarkan surat keputusan serta usulan pembentukannya disampaikanlah kepada Dewan Perwakilan Rakyat dan Departemen Dalam Negeri Republik Indonesia dan menyebankan dua hal yakni : pertama, Komisi III DPR RI Melakukan peninjauan pada tanggal 19-20 Juli 2002 di Ampana sebagai calon Ibu Kota Kabupaten Tojo Una-Una. Kedua, Dewan Pertimbangan Otonomi Daerah melakukan peninjauan secara teknis sebagaimana diisyaratkan dalam PP No. 129 tahun 2000. Hasil peninjauan tersebut kemudian di Jakarta pada tanggal 20 November 2003, DPR-RI melakukan rapat Paripurna dalam rangka pengesahan Undang-undang pembentukan beberapa kabupaten, diantaranya Tojo Una-Una (Keputusan Politik).

Tanggal 18 Desember 2003, hari bersejarah yang di tunggu dan dinantikan masyarakat Daerah ini yakni Tojo Una-Una. Surat keputusan tentang berdirinya Kabupaten Tojo Una-Una telah memberi keluasan berpolitik bagi masyarakat Tojo Una-Una. Pada tanggal inilah Undang-Undang No. 32 Tahun 2003 tentang pembentukan Kabupaten Tojo Una-Una di Propinsi Sulawesi Tengah di sahkan. Dan pada tanggal yang sama Undang-Undang No. 32 Tahun 2003 di Undangkan dalam Lembaran Negara Repoblik Indonesia Tahun 2003 Nomor 147, dan ditandatangani oleh Bambang Kesowo, Sekretaris Negara Repoblik Indonesia.

Sepanjang perjalanan banyak peristiwa menarik lainnya yang tidak sempat menjadi salinan saya dalam kutipan sejarah ini, misalnya peristiwa Deklarasi Benteng I dan Deklarasi Benteng II pada 1 Oktober 2002.

Pemekaranpun sampai pada puncak keinginan dan perjuangan semua tokoh yang terlibat, dan pada tanggal 26 Januari 2004, Gubernur Sulawesi Tengah Prof. (Em). Aminudin Panulele, M. Si atas nama Mentri Dalam Negeri Republik Indonesia Melantik Pejabat Bupati Tojo Una-Una yang pertama Drs. Damsik Ladjalani di Ampana, yang diangkat berdasarkan Surat Keputusan Mentri Dalam Republik Indonesia No. 131.52-9 Tahun 2004 tanggal 6 Januari 2004. Hal ini merupakan awal dimulainya roda pemerintahan Kabupaten Tojo Una-Una secara Yuridis lepas dari Kabupaten Poso sebagai kabupaten induk.

Setahun kemudian damsik Ladjalani kembali hadir dalam pentas pemilihan Bupati periode 2005-2010 dan terpilih sebagai Bupati Tojo Una-Una dalam kontestasi Politik dipilih secara langsung berpasangan dengan wakil Bupati Ridwan Dj Saru. Sampai akhirnya rakyat pun membpercayakan beliau pada periode kedua 2010-2015. Dan di periode ketiga pemerintahan tertinggi Daerah Kabupaten Tojo Una-Una periode 2015-2020 dijabat oleh Muhamad Lahay, SE sebagai Bupati dan Wakil BupatiNya Admin AS. Lasimpala, SIP. Kini Periode Ke Empat 2020 - 2025 Muhamad Lahay, SE Masih Dipercaya namun Wakil BupatiNya Yang Berganti Yaitu Ilham Lawidu, S.H. 


Munawir ID
Munawir ID A Father | Who dedicated his life to his Religion, family and Nation.


close