-->
Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Bagaimana Seharusnya Manusia Berikap Terhadap Harta ?

Bagaimana Seharusnya manusia bersikap terhadap harta

Sikap Manusia Terhadap Harta Seharusnya Didasarkan Atas Teladan Kita Nabi Muhammad SAW, Karna Beliaulah Suri Teladan Kepada Ummat Manusia dalam Menjalani lika-liku kehidupan didunia ini.

  • Nabi Muhammad adalah sumber dari segala sumber teladan termasuk dalam menyikapi segala harta.
  • Rasulullah memberikan dorongan, motivasi dan keteladanan kepada para sahabat agar maju dalam usahanya serta menjadikannya sebagai bagian dari perjuangan dakwah (Tidak melupakan Umat).
  • Rasulullah mengajarkan sahabatnya nilai-nilai luhur dalam berbisnis sekaligus mengajarkan bisnis yang ibadah.
  • Rasulullah berbeda dengan guru-guru besar Ekonomi di kampus-kampus besar dunia yang sebagian hanya pandai berteori tapi minim dalam praktek lapangan.
  • Pengalaman Rasulullah dalam berdagang selama 25 tahun telah mengilhami begitu banyak sahabat untuk menjadikan bisnis dan dagang sebagai manifestasi ibadah dan bekal perjuangan dakwah.
  • Banyak sahabat yang tercetak pengusaha sukses dan kaya melimpah tetapi tetap Zuhud, bertaqwa dan tidak terkalahkan oleh hartanya (tetap bersedekah).

Sikap Manusia Terhadap Harta Seharusnya Didasarkan Atas Teladan Kita Nabi Muhammad SAW, Karna Beliaulah Suri Teladan Kepada Ummat Manusia dalam Menjalani lika-liku kehidupan didunia ini.

Rasulullah Sang Guru Yang Super, Teladan Dalam Bisnis Dan Ber Infaq

 Letakkan Kekayaan Ditangan Mu Bukan Pada Hatimu ( Nasehat Dari Abdurrahman Bin Auf )

1.     Abdurrahman bin auf dikenal sebagai sahabat  yang sukses dalam hal perniagaan.

2.     Abdurrahman bin auf adalah tipe manusia yang sukses dan pandai bersyukur

3.     Abdurrahman bin auf memiliki sifat dermawan yang sulit di tandingi.

4.     Abdurrahman bin auf menyumbangkan separuh hartanya yakni senilai 2000 dinar (Sekitar 4 Miliyar).

5.     Abdurrahman bin auf pernah menyantuni para veteran perang badar sekitar 100 orang dengan 400 dinar/orang (800jt).

6.     Abdurrahman bin auf perna menyumbangkan 500 ekor kuda dan 1500 ekor unta untuk kepentingan kaum muslimin. dengan resep apa Abdul rahman bin auf dapat melakukan semua itu? dengan menempatkan harta kekayaannya dalam genggaman tangannya bukan pada hatinya.

 Abdurrahman Bin Auf Menundukan Kepalsuan Dunia

Saat pemakaman ‘Abdurrahman bin ‘auf, Amirul Mukminin Ali bin abu Talib mengatakan, “ Engkau telah mendapat kasih sayang Allah, dan engkau telah berhasil menundukan ke palsuan dunia. Semoga Allah senantiasa merahmati engkau

Berapa kekayaan Abdurrahman bin auf ? kekayaan ‘Abdurrahman bin ‘auf saat meninggal sekitar 2.560,000 dinar atau setara dengan Rp. 4 trilyun. [ 1 dinar setara dengan 4.25 gram emas = 2.560,000 x 4.25 gram x Rp. 365,722 = Rp. 3,979,055,360,000,- atau hampir Rp. 4 trilyun ].

Nilai kekayaan akan naik seiring dengan naiknya apresiasi terhadap nilai dinar emas.

 ‘Abdurrahman bin ‘auf memiliki harta sebanyak itu pada 15 abad yang lalu, ketika sarana informasi transfortasi dan mesin produksi sangat terbatas. Bisa dibayangkan berapa kekayaannya jika ia menggunakan pesawat terbang, satelit, teknologi internet dan sinergi dengan produsen-produsen global dunia saat ini.

Dengan resep apa Abdul rahman bin auf dapat melakukan semua itu?

dengan menempatkan harta kekayaannya dalam genggaman tangannya bukan pada hatinya.

 

Belajar Kepada Abu Bakar

Sebagai pengusaha, Abu bakar memiliki harta sangat banyak. Ketika beliau diangkat menjadi khalifah, kekayaannya mencapai 40.000 dirham. Namun, seluruh hartanya didedikasikan bagi perjuangan Islam. Abu Bakar terus mendermakan hartanya melalui pembiayaan angkatan perang, memerdekaan ratusan budak, termasuk Bilal bin Rabah, menyantuni yatim dan para janda. Ia sangat kaya, tapi memiliki jalan hidup sederhana.

Asma’ Ra menceritakan, “Ketika Rasulullah SAW.  Hijrah dan Abu Bakar menemaninya, Abu Bakar membawa seluruh hartanya yang saat itu berjumlah 5.000 atau 6.000 dirham. Abu Bakar berangkat membawa semua hartanya itu.”

Ketika pasukan kaum muslimin membutuhkan dana untuk perang Tabuk. Para sahabat berlomba mendermakan hartanya. ‘Umar bin Khattab menuturkan, “Rasulullah SAW. Menyuruh kami bersedekah. Kebetulan saat itu aku memiliki cukup banyak harta sehingga aku sempat berkata dalam hati, hari ini aku akan mengalahkan Abu Bakar (dalam berderma). “Aku menemui Rasulullah dengan menyerahkan setengah hartaku. Rasulullah SAW. Pun bertanya, ‘Berapa yang engkau sisakan untuk keluargamu?’ Aku menjawab, ‘Sebanyak yang kuserahkan ini.’ Kemudian datanglah Abu Bakar membawa dan menyerahkan semua hartanya. Nabi bertanya, ‘Hai Abu Bakar, berapa yang engkau sisakan untuk keluargamu?’ Abu Bakar menjawab, ‘Aku menyisakan Allah dan Rasul-Nya untuk mereka.’ Aku (Umar) berkata dalam hati lagi, ‘Demi Allah aku tidak akan pernah dapat mengalahkannya’.

 Kesimpulan

Di antara pelajaran yang dapat dipetik dari kedermawanan Abu Bakar adalah totalitas dalam membelanjakan harta di jalan Allah. Dalam mendermakan hartanya, beliau tidak mempertimbangkan “untung-rugi” secara materi. Beliau yakin bahwa keuntungan yang jauh lebih besar dan hakiki akan diperolehnya. Itulah surga-Nya.

 

Mengharukan Utsman Bin Affan Membeli Surga Dua Kali

• Abu Hurairah berkata,

“Utsman bin Affan sudah membeli surga dari rasulullah . SAW. Sebanyak dua kali, pertama, ia mendermakan hartanya untuk biaya pengiriman pasukan ke medan perang tabuk. Kedua ia membeli sumur Raumah (H.R. At-Tirmidzi, No. 3703, Kitab Al Manaqib, Bab Manaqib Utsman, Hadits ini Hasan dalam Shahih Wa Dha’if Sunan At Tirmidzi No. 3699).

Inilah Kisahnya

Dikisahkan oleh Ibnu ‘Abbas, wilayah Hijaz pada masa pemerintahan Abu Bakar pernah terancam kelaparan, Madinah Mengalami paceklik dan kesulitan memperoleh bahan-bahan makanan. Seiring itu, aktivitas jual-beli di pasar pun sepi.

Pada waktu itu datanglah kafilah dagang ‘Utsman dari Syam. Kafilah itu terdiri dari 1.000 ekor unta yang membawa gandum, minyak zaitun, kismis dan lain sebagainya. Penduduk madina pun menyambut dengan hati gembira.

Para pedagang dan tengkulak lansung menyerbu ‘Utsman.

“Apa yang kalian inginkan?” tanya Utsman.

“engkau tahu apa yang kami inginkan. Juallah barang dagangan itu kepada kami,” jawab seorang pedagang mewakili teman-temannnya.

“Berapa keuntungan yang akan engkau berikan kepadaku?” tanya ‘Utsman.

“Satu dirham” jawab salah seorang dari mereka

“Dua dirham,” susul yang lainnya.

“bisakah kalian menambahnya?” tanya utsman.

“Lima dirham!”

“Bisakah kalian menambahkannya ?”

tanya utsman lagi.

“Di Madinah ini tidak ada pedagang selain kami. Siapa yang akan memberikan keuntungan yang lebih besar pada kami?!” kata salah seorang pedagang.

‘Utsman menerangkan, “Allah SWT. memberiku keuntungan sepuluh dirham untuk setiap satu dirham. Apakah kalian berani lebih dari sepuluh dirham?”

Karena tak ada satu pedagang pun yang mampu menyanggupinya, ‘Utsman mengatakan, “Kalau begitu, saksikanlah, bahwa, semua barang dagangan dan bahan-bahan makanan yang aku bawa dari syam, aku sedekahkan kepada seluruh fakir miskin dan penduduk madina yang membutuhkan.

 

Memahami Makna Hadits “ Dunia Penjara Orang Mukmin Dan Surga Orang Kafir ”

حَدَّثَنَا قُتَيْبَةُ بْنُ سَعِيدٍ حَدَّثَنَا عَبْدُ الْعَزِيزِ يَعْنِي الدَّرَاوَرْدِيَّ عَنْ الْعَلَاءِ عَنْ أَبِيهِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الدُّنْيَا سِجْنُ الْمُؤْمِنِ وَجَنَّةُ الْكَافِرِ

(MUSLIM - 5256) : Telah menceritakan kepada kami Qutaibah bin Sa'id telah menceritakan kepada kami Abdulaziz Ad Darawardi dari Al Ala` dari ayahnya dari Abu Hurairah berkata: Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Salam bersabda: "Dunia penjara orang mu`min dan surga orang kafir."

A. Rangkaian Sanad

Abdur Rahman bin Shakhr ➡ Abdur Rahman bin Ya'qub ➡ Al 'Alaa' bin 'Abdur Rahman bin Ya'qub ➡ Abdul 'Aziz bin Muhammad bin 'Ubaid bin Abi 'Ubaid ➡ Qutaibah bin Sa'id bin Jamil bin Tharif bin 'Abdullah ➡ IMAM MUSLIM

 

B. Takhrij Hadits

Hadits ini shahih, diriwayatkan oleh:

1.  Imam Muslim no. 5256 dalam Kitab Zuhud dan Kelembutan Hati

2.  Imam Ahmad no. 6560, 7939, 8694, 9898

3.  Ibnu Majah no. 4103 dalam Kitab Permisalan Dunia

4.  Tirmidzi no. 2246 dalam Kitab Dunia adalah Penjara Mukmin dan Surga bagi Orang Kafir

C. Penguat Hadits

و حَدَّثَنَا عَلِيُّ بْنُ أَبِي إِسْحَاقَ أَخْبَرَنَا عَبْدُ اللَّهِ أَخْبَرَنَا يَحْيَى بْنُ أَيُّوبَ أَخْبَرَنِي عَبْدُ اللَّهِ بْنُ جُنَادَةَ الْمَعَافِرِيُّ أَنَّ أَبَا عَبْدِ الرَّحْمَنِ الْحُبُلِيَّ حَدَّثَهُ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو حَدَّثَهُ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ الدُّنْيَا سِجْنُ الْمُؤْمِنِ وَسَنَتُهُ فَإِذَا فَارَقَ الدُّنْيَا فَارَقَ السِّجْنَ وَالسَّنَةَ

(AHMAD - 6560) : Telah menceritakan kepada kami Ali bin Abu Ishaq telah menceritakan kepada kami Abdullah telah mengkhabarkan kepada kami Yahya bin Ayub telah mengkhabarkan kepadaku Abdullah bin junadah Al Ma'arifi dia berkata; bahwa Abu Abdurrahman Al Hubuli telah menceritakan kepadanya dari Abdullah bin 'Amru bahwa dia telah menceritakan kepadanya dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa Salam, beliau bersabda: "Dunia adalah penjara orang mukmin, maka apabila dia berpisah dengan dunia (meninggal dunia) berarti ia telah berpisah dengan penjaranya."

CATATAN: Ibnu Shalah menjelaskan bahwa Shahih Bukhari-Muslim telah diterima kaum Muslimin dengan sepakat yang pasti shahih, yang disepakati oleh Ibnu Katsir dan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah maka wajib kaum Muslimin beramal dengannya.

 

حَدَّثَنَا قُتَيْبَةُ بْنُ سَعِيدٍ حَدَّثَنَا عَبْدُ الْعَزِيزِ يَعْنِي الدَّرَاوَرْدِيَّ عَنْ الْعَلَاءِ عَنْ أَبِيهِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الدُّنْيَا سِجْنُ الْمُؤْمِنِ وَجَنَّةُ الْكَافِرِ

(MUSLIM - 5256) : Telah menceritakan kepada kami Qutaibah bin Sa'id telah menceritakan kepada kami Abdulaziz Ad Darawardi dari Al Ala` dari ayahnya dari Abu Hurairah berkata: Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Salam bersabda: "Dunia penjara orang mu`min dan surga orang kafir."

 

D.  Syarah Hadits

1. Imam An-Nawawi (Kitab Syarah Muslim)

Maksud hadits diatas yaitu, Orang mukmin terpenjara di dunia karena mesti menahan diri dari berbagai syahwat yang diharamkan dan dimakruhkan. Orang mukmin juga diperintah untuk melakukan ketaatan. Ketika ia mati, barulah ia rehat dari hal itu. Kemudian ia akan memperoleh apa yang telah Allah janjikan dengan kenikmatan dunia yang kekal, mendapati peristirahatan yang jauh dari sifat kurang. Adapun orang kafir, dunia yang ia peroleh sedikit atau pun banyak, ketika ia meninggal dunia, ia akan mendapatkan azab (siksa) yang kekal abadi.

2. Al-Munawi (Kitab Mirqah Al-Mafatih)

Dikatakan dalam penjara karena orang mukmin terhalang untuk melakukan syahwat yang diharamkan. Sedangkan keadaan orang kafir adalah sebaliknya sehingga seakan-akan ia berada di surga. Jadi bersabarlah dari maksiat dengan menahan diri. Karena dunia ini adalah penjara bagi kita di dunia. Di akhirat kita akan peroleh balasannya.

3. Syaikh Faishal Alu Mubarak (Kitab Syarah Riyadhush Shalihin)

Bahwa dunia merupakan penjara bagi orang Mukmin jika dibandingkan dengan kenikmatan yang disiapkan untuknya di akhirat, dan merupakan surga bagi orang kafir jika dibandingkan dengan siksaan yang disiapkan untuknya diakhirat. Di samping itu, orang Mukmin dilarang dari hal-hal pemuas syahwat yang diharamkan, sedangkan orang kafir sibuk melakukannya. Nabi shallallahu alaihi wa sallam pernah bersabda, “Surga itu dikelilingi dengan hal-hal yang dibenci sedangkan neraka dikelilingi dengan hal-hal yang disenangi.”

4. Syaikh Muhammad Shaleh Al-Utsaimin (Syarah Riyadhush Shalihin)

Pentingnya seorang muslim zuhud terhadap dunia, tidak sepantasnya hati seseorang terpedaya oleh dunia. Hendaknya meletakkan dunia ini di tangannya bukan di hatinya. Hendaknya dunia tidak mengganggu hati untuk menghadap kepada Allah subhanahu Wa Ta’ala. Ambillah yang halal bagimu dari dunia ini, jangan lupakan bahagianmu di akhirat yang jauh lebih besar.

 CATATAN: Ibnu Shalah menjelaskan bahwa Shahih Bukhari-Muslim telah diterima kaum Muslimin dengan sepakat yang pasti shahih, yang disepakati oleh Ibnu Katsir dan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah maka wajib kaum Muslimin beramal dengannya.

Ada 7 Pantangan Dalam Mencari Rezeki (Usaha Apapun)

1.     Maysir yaitu segala bentuk spekulasi judi yang mematikan sector rill dan tidak produktif.

2.     Asusila yaitu praktik usaha yang melanggar kesusilaan dan norma social.

3.     Goror yaitu segala transaksi yang tidak transparan dan tidak jelas hingga berpotensi merugikan salah satu pihak.

4.     Haram yaitu objek transaksi dan proyek usaha yang diharamkan syariah.

5.     Riba yaitu segala bentuk distorsi mata uang menjadi komoditas dengan mengenakan tambahan (bunga) pada transaksi kredit atau pinjaman dan pertukaran/barter lebih antara barang ribawi sejenis.

6.     Ihtikar yaitu penimbunan dan monopoli barang dan jasa untuk tujuan permainan harga.

7.     Berbahaya yaitu segala bentuk transaksi dan usaha yang membahayakan individu maupun masyarakat serta bertentangan dengan maslahat dalam maqashid syari’ah.


Hati-Hati Manusia Asal Saya Senang

1.     Perjalanan panjang kehidupan manusia di dunia ini beraneka ragam bentuknya.

2.     Ada diantaranya mereka yang kaya dan ada juga yang miskin. Ada yang jadi pemimpin, ada juga yang jadi rakyat jelata. Menangis, tertawa, riang gembira, dan sedih menambah bentuk ragam manusia di bumi ini.

3.     Setiap mereka mempunyai fitrah ingin hidup bahagia. Namun masing-masing memiliki penilaian yang berbeda, terkadang kita jumpai  di antara orang-orang yang ada, seluruh waktunya dipergunakan untuk memburu harta; pergi pagi pulang malam, peras keringat banting tulang, kerja keras tanpa lelah untuk mendapatkannya

4.     Walaupun harus mengorbankan orang lain, dan sudah tidak mengenal lagi norma hak dan kewajiban. Inilah gambaran hidup matrealistis yang di kenal sebagai ASS (Asal Saya Senang)

 

وَابْتَغِ فِيمَا آتَاكَ اللَّهُ الدَّارَ الْآخِرَةَ وَلَا تَنسَ نَصِيبَكَ مِنَ الدُّنْيَا وَأَحْسِن كَمَا أَحْسَنَ اللَّهُ إِلَيْكَ وَلَا تَبْغِ الْفَسَادَ فِي الْأَرْضِ إِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ الْم الْمُفْسِدِينَ ﴿٧٧﴾

           “ Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (keni`matan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.” (Q.S. Qashash [28] : 77)

 Dunia No Akhirat Yes

Golongan pertama ini adalah mereka yang tidak peduli atau kurang memperdulikan kehidupan dunia ini. Mereka hanya menyibukkan diri untuk kepentingan kehidupan setelah mati nanti walaupun badan, pakaian, keluarga, tempat tinggal mereka tidak atau kurang terurus. Mereka rela tidak makan selama berhari-hari. Atau jika makan hanya alakadarnya saja untuk mempertahankan hidup. Pakaian yang dikenakan pun sungguh amat sangat-sangat minim sekali dan lebih cendrung mengasingkan diri dari khalayakk ramai. Model ini dilakukan oleh sebagai Thariqat Shufiyyah yang ghuluw(berlebihan), para biksu dari agama budha, sebagian dari para pendeta atau yang semisal dengan meraka Golongan seperti ini sangat tidak dibenarkan oleh syariat.

 

وَقَالُوا مَا هِيَ إِلَّا حَيَاتُنَا الدُّنْيَا نَمُوتُ وَنَحْيَا وَمَا يُهْلِكُنَا إِلَّا الدَّهْرُ وَمَا لَهُم بِذَلِكَ مِنْ عِلْمٍ إِنْ هُمْ إِلَّا يَظُنُّونَ ﴿٢٤﴾

 Dan mereka berkata: "Kehidupan ini tidak lain hanyalah kehidupan di dunia saja, kita mati dan kita hidup dan tidak ada yang membinasakan kita selain masa", dan mereka sekali-kali tidak mempunyai pengetahuan tentang itu, mereka tidak lain hanyalah menduga-duga saja. (Q.S. Al-Jaatsiyah [45] : 24)

 Golongan kedua ini adalah golongan yang memandang kehidupan dunia ini adalah segalanya. Dipandang dari sisi bahwa dunia seluruhnya adalah materi. Apa yang ada dihadapannya itulah kehidupan yang sebenarnya. Yang mereka percaya adalah yang dapat dilihat oleh kasat mata, dan dapat dirasakan oleh indra., sehingga orang-orang yang demikian cendrung tidak percaya dengan yang ghaib; tidak percaya dengan adanya jin dan setan yang hidup disisi lain dari alam ini. Mereka tidak percaya dengan alam kubur, alam akhirat, bahwa mereka tidak percaya dengan wujud Sang Pencipta. Oleh sebab itu apa saja yang mereka lakukan hanyalah semata-mata untuk menunjang hidup mereka di alam ini saja.

  

يَا قَوْمِ إِنَّمَا هَذِهِ الْحَيَاةُ الدُّنْيَا مَتَاعٌ وَإِنَّ الْآخِرَةَ هِيَ دَارُ الْقَرَارِ ﴿٣٩﴾

 "Hai kaumku, sesungguhnya kehidupan dunia ini hanyalah kesenangan (sementara) dan sesungguhnya akhirat itulah negeri yang kekal." (Q.S. Ghafir [40] : 39)

 Golongan ini meyakini adanya Rabb yang hak untuk disembah. Mereka percaya dengan adanya aturan Rabb yang baku. Merekapun menganut agama dan mengamalkannya. Walaupun demikian, masih banyak yang cendrung dengan hubbud dun-nya (cinta dunia), sehingga banyak menghabiskan waktunya untuk mencari harta atau bahkan mendewakannya. Sebagai mana halnya sebagaian orang yang berfaham kapitalis, dan orang-orang yahudi yang ingin berumur panjang dan sangat takut dengan kematian. Yang disebut oleh rasulullah SAW . sebagai al wahn, yaitu cinta dunia dan takut mati.

Disisi lain ada dari golongan ini yang memang benar-benar menjalani hidup ini dengan semestinya, sebagai mana yang telah digariskan oleh Dzat Pencipta. Hidup didunia ini adalah salah satu fase dari beberapa fase yang harus dijalani.

Sebagaimana dialam rahim, kehidupan dunia tidaklah kekal, akan tetapi dia adalah anak tangga yang menghantarkan kepada kehidupan yang lebih baik kekal abadi. Kehidupan dunia beserta cobaan yang ada didalamnya haruslah tatap dijalani. Tentunya dengan tetap memperhatikan rambu-rambu syariat yang telah ditetapkan. Allah SWT. adalah Dzat yang menciptakan segala sesuatu di alam ini. Dialah yang menghidupkan dan yang mematikan, dia jualah yang memiliki ketentuan dalam hidup. Untuk meraih kebahagiaan abadi dengan penuh nikmat tanpa sedikitpun perih harus dengan ketaatan dan penuh kesabaran.

Demikianlah golongan yang satu ini memandang dunia bagi mereka tidak ubahnya bagaikan jembatan yang menghantarkan kepada tujuan hidup sebenarnya. Demikian Rasulullah SAW mengajarkan pada ummatnya.


Makna Zuhud Yang Sebenarnya Menurut Ibnu Rajab dan Ibnu Abid Dunya

1.  Ibnu Rajab

Ibnu rajab membawakan riwayat, dari Abu Muslim Al Khaulani, bahwa beliau berkata: “Zuhud di dunia bukanlah mengharamkan yang halal dan membuang-buang harta, akan tetapi zuhud di dunia adalah agar (engkau berkeyakinan) karunia yang Allah SWT. miliki lebih terpercaya bagimu dari pada yang kau miliki, dan apabila engkau tertimpa musibah, engkau mengharapkan pahala yang lebih besar dari pada musibah itu sendiri jikalau masih tersisa untuk mu.

2.  Ibnu Abid Dunya

Ibnu abid dunya mengeluarkan riwaya dari Muhammad bin Muhajir, dari Yunus bin Maisarah, beliau berkata: “ Zuhud di dunia bukanlah mengharamkan yang halal, bukan pula menghambur-hamburkan harta, akan tetapi zuhud di dunia adalah agar (engkau berkeyakinan) karunia yang Allah miliki lebih terpercaya bagimu dari pada yang kau miliki, dan agar kondisimu ketika tertimpa musibah dan sebelum tertimpa musibah sama saja (tidak berubah), dan agar orang yang memujimu dan yang mencelamu dalam kebenaran sama.”


Makna Zuhud Yang Sebenarnya

Cinta seseorang kepada akhirat tidak akan sempurna kecuali dengan bersikap zuhud terhadap dunia. Sementara, zuhud terhadap dunia tidak akan terealisasi melainkan setelah ia memandang kedua hal berikut ini dengan sudut pandang yang benar.

Memandang dunia sebagai sesuatu yang mudah hilang, mudah lenyap, mudah musnah.Dunia adalah sesuatu  yang kurang, tidak sempurna. Persaingan dan ambisi dalam mendapatkan hal-hal duniawi sangat menyakitkan. Dunia adalah tempat kesedihan, kesusahan, dan kesengsaraan. Akhir dari hal-hal duniawi adalah kefanaan yang diikuti dengan penyesalan dan kesedihan. Orang yang mengejar kenikmatan dunia tidak lepas dari kecemasan sebelum merainya, keresahan pada saat meraihnya, dan kesedihan setelah meraihnya

Memandang akhirat sebagai sesuatu yang pasti datang, kekal, dan abadi. Karunia dan kebahagiaan yang terdapat di akhirat begitu mulia, dan apa yang ada di akhirat sangat berbeda dengan apa yang ada di dunia. Akhirat adalah sebagaimana yang difirmankan Allah SWT. :

 وَالْآخِرَةُ خَيْرٌ وَأَبْقَى ﴿١٧﴾

 “(Padahal) kehidupan akhirat itu lebih baik dan lebih kekal.” (QS.Al-A’la : 17)

 Sungguh, kehidupan di akhirat penuh dengan berbagai kebaikan yang sempurna dan kekal, sedangkan dunia hanya berisi berbagai khayalan yang tidak sempurna dan pasti punah.

Siapa saja yang  telah memiliki pandangan bahwa dunia hanya sedikit, dan pasti punah, sedangkan akhirat banyak, kekal dan lebih mulia. niscaya akan mengutamakan apa yang menurut akal sehatnya harus diutamakan dan menghindari hal-hal yang harus dihindari.

 

Sebenarnya, setiap orang mempunyai tabiat untuk tidak melepaskan keuntungan dan kesenangan yang ada di depan mata demi mendapatkan keuntungan dan kesenangan di masa mendatang, kecuali jika keuntungan dan kesenangan di masa mendatang itu lebih baik dari pada keuntungan dan kesenangan yang ada di depan mata, dan ada keinginan kuat untuk mendapatkannya.

Apabila seseorang lebih mengutamakan sesuatu yang fana dan tidak sempurna, maka hal ini terjadi karena ia tidak mengetahui mana yang lebih utama, atau karena pada dasarnya ia tidak senang mendapatkan sesuatau yang lebih utama dan lebih baik. Kedua alasan ini menunjukkan lemahnya iman, akal, dan mata hatinya. Sebab, orang yang mengejar dunia, berambisi tehadapnya, dan lebih memprioritaskannya dari pada akhir tidak luput dari kondisi apakah ia percaya bahwa apa yang di akhirat itu lebih mulia, lebih utama, dan lebih kekal dari pada apa yang ada didunia, ataukah ia tiadak percaya akan hal tersebut? Jika ia tidak percaya, berarti pada hakikatnya ia tidak mempunyai keimanan. Tapi jika ia percaya namun tidak mengutamakan akhirat atas dunia, maka ia adalah orang yang akalnya rusak dan tidak pandai memilih yang terbaik bagi diri sendiri.

*Kajianmu, 09 J.Awal 1442 H/24 Desember 2020 M.

 

 


Munawir ID
Munawir ID A Father | Who dedicated his life to his Religion, family and Nation.


close